INDONESIAN DEATH METAL

Senin, 28 Maret 2011

Sabtu, 26 Maret 2011

Ternyata bukan hanya kaum adam yang menyukai musik metal, kaum hawa pun juga banyak yang menyukai musik keras ini. Seperti tampak foto di atas para cewek yang sedang asik ber-fogo ria saat menonton salah satu acara musik metal.
Memang benar saja pada saat ini para cewek2 di kota2 besar mulai banyak yang menyukai musik metal. Mungkin mereka berpendapat bahwa komunitas ini bukanlah komunitas yang menyeramkan namun sebagai wadah mencari banyak teman dan mempererat silaturahmi..
thanks..

Kamis, 10 Maret 2011

Panceg Dina Galur Komunitas Death Metal Bandung

”…Panceg dina galur/babarengan ngajaga lembur. panceg dina galur salawasna akur jeung dulur. panceg dina galur Moal ingkah najan awak lebur…” (Teguh dalam pendirian, bersama-sama menjaga kampung teguh dalam pendirian selalu akur pada saudara. panceg dina galur Tidak akan bergeming walaupun badan hancur lebur). Petikan naskah kuno Amanat Galunggung yang dituliskan Rakeyan Darmasiksa (Raja Sunda Kuno yang hidup pada 1175-1297 Masehi) itu disadur menjadi lirik lagu berjudul ”Kujang Rompang” oleh Jasad, sebuah band beraliran death metal asal Bandung. Lagu ini ikut memeriahkan Deathfest IV, festival akbar death metal yang diadakan di Lapangan Yon Zipur, Ujungberung, Bandung, Sabtu (17/10). Ribuan anak muda, mulai dari pelajar SMP hingga mahasiswa, larut dalam hiruk-pikuk event musik metal yang disebut-sebut terbesar di Asia ini.

Filosofi panceg dina galur bukanlah sekadar inspirasi dalam berkarya musik bagi Jasad, melainkan juga menjadi pandangan hidup seluruh anggota dan penggemar musik metal di Bandung, khususnya yang bernaung di daerah Ujungberung.

”Mau seperti apa pun kita, macam mana bungkusnya, yang penting grass root (akar bawah) harus kuat. Harus sadar dan jangan lupakan budaya kita,” ujar Mohammad Rohman, vokalis Jasad.
Bagi masyarakat awam, bahkan dibandingkan komunitas band metal lainnya di Indonesia maupun dunia, keberadaan subkultur band death metal asal Ujungberung ini merupakan sebuah paradoks. Musik metal, tetapi lirik dan pesan nyunda adalah perpaduan yang sulit ditemukan di tempat lain.

Ketika di banyak tempat sub-subkultur atas nama aliran musik berhaluan Barat macam punk, grunge, maupun grindcore gencar melakukan perlawanan budaya lokal, entitas penggemar musik metal Ujungberung yang berada di wadah Ujungberung Rebels dan Bandung Death Metal Sindikat itu justru melakukan hal sebaliknya.

Sebagai contoh, konser Death Festival IV yang diikuti 12 band death metal itu mengangkat tema kampanye penggunaan aksara kuno. Di festival yang menjadi salah satu pembuka penyelenggaraan Helar Festival 2009 (festival industri kreatif di Bandung) itu, panitia membagi-bagikan leaflet mengenai cara menulis aksara sunda kuno kagana kepada penonton yang rata-rata masih berusia ABG.

”Di sekolah-sekolah, saya lihat, ini (kagana) tidaklah diajarkan. Daripada kelamaan menunggu pemerintah bertindak, kami duluan saja yang mulai bergerak,” ujar Rohman yang biasa disapa Man ”Jasad” ini di sela-sela konser.

Di luar panggung, Man dan kawan-kawannya kerap memakai iket kepala sebagai penanda identitas kultur Sunda. Meski, sehari-harinya mereka tidak lepas dari jaket kulit hitam maupun aksesori anting-anting dan tato.

Upaya mengenalkan tradisi Sunda tidak terhenti di sana saja. Di dalam berbagai kesempatan, anak-anak Bandung Death Metal Sindikat kerap menyisipkan pertunjukan karinding, celempung, dan debus.
”Kesenian karinding yang selama 400 tahun tenggelam coba kami hidupkan kembali,” tutur Dadang Hermawan, anggota Bandung Death Metal Syndicate. ”Di tiap Minggu dan Jumat melakukan tumpek kaliwon di Sumur Bandung dan Tangkuban Parahu untuk membicarakan kesenian Sunda,” tutur Man Jasad kemudian.

Terbanyak di dunia
Kelompok band metal yang ada di Ujungberung bahkan disebut-sebut yang terbanyak di dunia. Sejak awal 1990-an hingga kini, band-band metal tumbuh subur di Ujungberung. Saat ini terdapat sekitar 200 band metal hanya di wilayah pinggiran Kota Bandung ini.

”Padahal, Bandung hanya kota kecil jika dibandingkan dengan kota-kota di Jerman. Apalagi, di sini band-band ini kan harus dikondisikan bisa bertahan hidup di tengah banyak persoalan dan tekanan aparat,” tutur Philipp Heilmeyer, mahasiswa sosial-antropologi Goethe Universitat Frankfurt, terheran-heran.

Philipp sudah tiga bulan ini berada di Bandung untuk melakukan prapenelitian mengenai kehidupan kaum metal di Ujungberung ini. Hal lain yang menarik perhatiannya adalah mengapa komunitas metal di Ujungberung ini bisa bertahan justru dengan tetap berpijak pada nilai-nilai tradisi.

”Di Jerman, kaum metal biasanya lekat dengan kebiasaan mabuk-mabukan dan narkoba. Tetapi, mereka di sini malahan melakukan ini,” ucapnya sambil merujuk kegiatan sosialisasi aksara kagana yang dilakukan Bandung Death Metal Sindikat.

Yang disesalkan Aris Kadarisman (35), pentolan grup band Disinfected, masyarakat, khususnya kepolisian, melihat kaum metal justru dari sisi kelamnya.

Perang melawan stigma bahwa musik metal tidak identik dengan kekerasan, narkoba, dan semacamnya menjadi semakin sulit pascatragedi konser maut grup band Beside di Asia Africa Culture Center yang mengakibatkan tewasnya 11 penonton, Februari 2008. ”Padahal, ini terjadi lebih karena persoalan teknis, tidak cukupnya kapasitas tempat,” ucapnya.

Kemandirian ekonomi
Di tengah-tengah dorongan untuk mewujudkan mimpi memiliki gedung konser yang representatif, anak-anak metal ini seolah-olah terusir dari kota kelahirannya. Konser di gedung maupun tempat terbuka kini menjadi hal langka buat mereka. Deathfest IV pun bisa terwujud karena menggandeng kegiatan Helarfest 2009.

Kondisi ini pun disayangkan Ketua Bandung Creative City Forum Ridwan Kamil. Menurut dia, jika dilihat lebih jauh dari dalam, komunitas metal di Bandung menyimpan keunggulan yang luar biasa besar. Keunggulan itu terutama soal kemandirian ekonomi.

Dari musik yang diciptakan, didukung loyalitas para penggemarnya, secara tidak langsung itu menumbuhkan pula industri fesyen, rekaman, bahkan literasi.

Setidaknya, ada enam titik simpul industri fesyen yang dirintis sesepuh band metal di Ujungberung semacam Scumbagh Premium Throath yang didirikan almarhum Ivan Scumbag dari Burgerkill.
”Jika musisi lain itu filosofnya adalah musik untuk kerjaan, kami justru sebaliknya. Dari kerjaan, bisnis, ya untuk menghidupi musik,” tutur Dadang. ”Sebab, musik ini adalah the way of life kami. Tidak semuanya bisa dinilai dengan uang. Art is art, money is money,” ucap Man Jasad menimpali.

Tidak diragukan lagi, kekuatan ketabahan hati dan pikiran inilah yang membuat kelompok metal di Bandung ini tetap bertahan. Persis sesuai dengan paradigma mereka: panceg dina galur, moal ingkah najan awak lembur!

Selasa, 08 Maret 2011

KEEP METAL FOREVER TILL DEAD ENDS
Metal Fire
Api dari simbol Metal Hand ini merupakan simbol semangat Metal dari anak-anak Semarang Death Metal yang gak akan pernah padam sampai kapanpun hingga suatu saat nanti kematianlah yang menjemput kami. tapi Api Semangat itupun juga akan kami tanamkan pada generasi-generasi kami selanjutnya supaya Api Metal Hand itu tetap gak akan padam sampai bumi benar-benar dinyatakan kiamat oleh Sang Pendipta Alam Semesta kita ini. Jadi kesimpulannya Semarang Death Metal akan tetap terus hidup di belantara Metal Indonesia maupun luar Negeri.

Anak-anak Semarang Death Metal akan tetap terus berkarya dengan berdasarkan genre masing-masing band Metal dari Semarang Death Metal. Salut & Brutal Support wat band-band Metal dari Semarang atau di kota-kota besar lainnya seperti Bandung, Jogja, Jakarta, Kediri sampai kota-kota pelosok negeri di Indonesia ini dan gak lupa juga Band-band Metal luar negeri yang jadi inspirasi kita yang sampai bisa bertahun-tahun untuk bertahan di dunia Metal, dan untuk bertahan selama itu memang dibutuhkan jiwa-jiwa Metal Sejati bukan cuma Metal musiman.

Minggu, 06 Maret 2011

Metal dan duit?

Musik metal saat ini makin maju aja ya, dengan kemajuan musik metal pada saat ini selain untuk mengekspresikan aksi dan bakat lo semua metal juga bisa menghasilkan duit bro..
mungkin para orang tua atau masyarakat umum selalu menganggap remeh komunitas ini, namun siapa sangka kita bisa berkarya dengan menghasilkan duit yang lumayan.
selain dengan menjual kaset-kaset hasil rekaman sendiri juga dengan membuat banyak aksesoris yang bernuansa metal pula seperti t-shirt, topi, sweater, slayer, celana, tas, dll.
menurut data dinas terkait di bandung sudah menghasilkan cukup banyak properti metal yang juga menghasilkan duit bro, malahan disana pemerintah daerah pun juga ikut kerjasama atau nimbrung bareng demi kemajuan musik metal tersebut.
dengan banyak diadakannya acara-acara metal juga bisa menghadirkan banyak sponsor yang memberikan banyak duit untuk ikut mengembangkan metal di Indonesia.
maka gw berharap lo semua yang suka dengan musik metal berkreasilah sesuka hati lo namun tidak melanggar norma-norma yang ada, dan sebisa mungkin untuk menjadi yang berguna di tengah masyarakat agar kesan-kesan negatif tentang metal itu dapat hilang dengan sendirinya.
thanks..

Rabu, 02 Maret 2011

metal dan islam

yang kita tahu saat ini para pecinta metal itu jauh dari agama, suka minum2an, dll, namun jika kita renungkan lagi, dengan banyaknya pecinta musik metal saat ini maka kita bisa menjadikan sarana dakwah yang tepat. Mungkin kalian semua tidak mengerti apa yang saya maksudkan, saya akan jelaskan. Saya yakin jika mereka semua jika diceramahi ustadz manapun tidak akan mereka dengar namun jika para vocalis atau screamer band metal yang berceramah walaupun hanya sepatah dua patah kata yang mereka teriakan tentang agama saya yakin kita semua akan mendengarnya dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Jadi saya berharap di setiap konser-konser metal yang diadakan itu memakai tema-tema yang bernuansa islami, jadi sedikit-sedikit para pecinta metal yang ahlaknya amburadul itu bisa bertaubat. jadi kesimpulan dari postingan saya ini adalah jangan melihat metal dari segi yang negatifnya saja namun manfaatkan dengan sebaik-baiknya.
terima kasih atas perhatiannya..

siapa bilang metal itu jauh dari agama




Jangan ngaku metal kalau nggak shalat. Ketika Islam berfungsi sebagai kendali, banyak anak metal di komunitas underground menjemput hidayah. Mereka tidak menolak modernisasi, tapi menjegal westernisasi. Ada komitmen yang dibangun: No Drugs, No Alcohol, No Violence dan No Free sex. Just Metal.Menjelang malam, anak-anak metal itu sudah berkumpul di pelataran Gedung Rossi Musik di Jalan Fatmawati No. 30, Jakarta Selatan untuk menyaksikan pagelaran musik sekaligus penggalangan dana untuk Palestina. Konser musik yang bertajuk ”Urban Garage Festival” itu diorganize oleh Berandalan Puritan dan Mogers Infantry.Saat menanti band kesayangan mereka, azan Maghrib berkumandang. Siapa nyana, sebagian dari mereka berbondong-bondong menuju masjid, lalu segera membasuh wajah-wajah kumel itu dengan air wudhu. Sabili turut menyaksikan, anak-anak metal tengah merapikan shaftnya untuk shalat berjamaah. ”Sebagian dari mereka, anak-anak Mogers, sebuah komunitas fans band metal legendaris Purgatory,” kata salah seorang komunitas underground.Performance mereka memang eksentrik dan tampak cuek. Sekilas, seperti individu yang tak mau tahu dengan urusan agama. Tapi, lihatlah paradigma baru anak Metal hari ini. Mereka mulai bangga menunjukkan jatidirinya sebagai Muslim sejati. Jangan ngaku anak metal, kalau nggak shalat. Jangan sok metal kalau masih suka mabok (ngedrugs) dan free sex. ”Menyedihkan banget, jika anak metal malu menunjukkan identitasnya sebagai muslim. Karena gengsi, mau shalat saja, bilangnya mau ke depan untuk beli rokok,” tukas Bonty, salah seorang personil Purgatory.Tak dipungkiri band metal lahir dari peradaban Barat yang bobrok. Peradaban itu memengaruhi jiwa anak-anak muda yang gelap. Mereka larut menjadi individu yang bingung menatap masa depan, tertipu oleh propaganda sesat kaum laknat, hingga menjadi pemuja setan, syahwat, anti kemapanan, bahkan mengabaikan Tuhan. Ketika hidayah Islam datang, pondasi itu terguncang.




Anak-anak Metal yang terlahir sebagai Muslim, mulai menyadari, bahwa mereka secara kultur dan karakter sudah dijadikan ’hamba-hamba sahaya’ yang terjajah. Eksistensi tumbuh, ketika Islam menjadi ideologi, kesadaran baru dan amaliyah mereka.Adalah Tengkorak dan Purgatory, dua kelompok band metal paling senior dan legendaris di kalangan underground, tampil sebagai pendobrak yang mengguncang ideologi band cadas keluar dari pakemnya, yakni dengan menjadikan Islam sebagai nafas hidup mereka. Eksistensi ”sang legend” sebagai agen perubahan menginspirasi generasi metal selanjutnya. Sebut saja seperti The Roots of Madinah, Punk Muslim, AfterMath, Keep it True, Stranded, Qishash, Salameh Hamzah, dan Barat Hijau Indonesia.Kesatuan visi inilah yang mempersaudarakan mereka sebagai komunitas yang unik dan berbeda.


Dari sinilah tercetus “Urban Garage Festival”, semacam forum mereka untuk berkumpul dan berkreasi, bahkan berdakwah dengan pendekatan yang mereka pahami. Dalam kapasitas itu, mereka tak sekadar tampil sebagai musisi beraliran cadas, melainkan juga sebagai dai.Kontra KulturTeman-teman aktivis harokah mungkin merasa aneh dengan fenomena baru ini. Namun, bagi yang belum mengenal komunitas ini dari dekat, jangan su’udzan dulu, apalagi melempar tuduhan anak metal melecehkan Islam. Sedikit yang tahu, bahwa anak metal pun berdakwah. Komunitas metal ini memang berbeda dengan komunitas metal yang lain. Mereka berniat untuk membentuk genre baru ke arah yang lebih Islami. Pertanyaan pun muncul, ini kebangkitan atau degradasi? Kok Muslim ”bermetal-metal ria”?Wawan, vokalis Aftermath, pernah berkonsultasi dengan rekan seniornya seputar stigma buruk yang dilekatkan pada musisi metal muslim. ”Setelah berkonsultasi, saya mendapat jawaban, bahwa segala sesuatu bergantung niatnya. Saya melihat fenomena ini sangat positif.




Apakah salah kalau kami mendekati ajaran-ajaran yang mendekati sang Khalik ke arah yang lebih Islami melalui musik? Saya sendiri lahir dari keluarga Muslim,” ungkap Wawan yang juga seorang enginer.Berangkat sebagai musisi, Wawan mengakui, sebatas inilah kontribusi yang bisa ia berikan untuk sementara waktu. ”Jika hari ini kami memperjuangkan Islam dengan mick dan gitar, kelak kami akan berjihad di jalan Allah dengan pedang dan senjata. Inilah cara kami memberi makan kepada jiwa ini melalui musik. Sebagai Muslim, tentu kami memimpikan tatanan dunia baru, di bawah kepemimpinan Islam dan khilafah,” ujar Wawan bersemangat.Menurut penggagas Urban Garage Festival, Thufail al Ghifari, yang juga vokalis The Roots of Madinah, kegiatan bermusik ini ingin membangun sebuah kontra-kultur untuk membuktikan, bahwa di komunitas ini ruangnya positif, band-bandnya pun bicara atas dasar Islam. ”Kita berangkat dari seorang Muslim yang punya visi untuk membangun komunitas musisi metal yang jauh dari drugs, alcohol, dan free sex. Inilah niat dan tujuan kami. Kita ingin mengembalikan identitas Indonesia atau ketimuran. Jangan berlagak Amrik. Kita Metal, tapi ada filter, tidak sampai tercerabut ketimuran kita sebagai jatidiri.”Senada dengan vokalis Tengkorak, Ombat. ”Penjajahan budaya oleh Barat memang lewat musik metal kayak gini, musik underground yang notebene keras dan brutal. Terus terang, saat ngeband, kita banyak lupanya, ya lupa shalat, lupa diri dan segala macam. Tapi, saat kita sadar, tatkala generasi ini menjadi santapan empuk zionis, maka inilah moment untuk mengubah paradigma lama menuju paradigma baru. Ngeband, tapi tetap menjalankan shalat lima waktu, dan rukun Islam lainnya.”Sejak metal lahir, kata Ombat, propaganda satanisme menjadi momok dan berkembang pesat di seluruh dunia. Ibarat di Medan Perang, jika musuh memerangi dengan senjata, maka harus dilawan dengan senjata. Begitu juga, jika musuh memerangi generasi muda dengan metal, maka kita lawan dengan metal pula. ”Melalui metal, kita bisa lakukan kickback,” kata Ombat.Bonty, personil Purgatory, berpendapat, dulu walisongo pun menyampaikan pesan dakwah dan syiar Islam dengan menggunakan wayang, sekarang eranya Metal sebagai media. ”Yang jelas, gue prihatin, jika generasi Islam di Timur Tengah malah bermetal ria dengan westernisasi-nya, sedangkan Purgatory justru ingin memanfaatkan Metal.”Sebagai musisi Muslim, konsep yang diusung Purgatory dalam bermusik cuma satu, yakni Islam. Prisipnya, Islam bukan dibawa ke dalam metal, tapi Islam itu dasar dari semua hal. ”Apapun yang kita lakukan harus berdasarkan Islam. Artinya, ketika bermusik, tidak pake yang haram-haram.




Pendekatan dakwah kami, nggak pake setting ala kelompok tarbiyah. Kuncinya adalah silaturahim. Biasanya, suatu komunitas tidak akan kuat, kalau silaturahimnya lemah,” tandas Bonty.Gitaris Purgatory ini juga mempertanyakan, jika pakem underground itu anti sistem, tapi kenapa mereka membuat sistem sendiri, seolah kalau metal harus mabok. Bagi anak band, awalnya, agama memang dianggap sebagai sesuatu hal yang privacy (pribadi). Komunitas Purgatory yang dinamakan Mogers sendiri, bukan orang-orang hebat dalam beragama. ”Kami lebih tepat disebut orang yang hijrah. Di komunitas ini, kami ingin mengajak agar generasi muda kembali pada Islam, dan mau mempelajari agamanya sendiri. Apa yang kita sampaikan ke public tentang Islam adalah apa yang kita tahu saja dan sudah dibuktikan. Yang jelas, kita tidak mau melakukan hal yang sia-sia. Kita hanya ingin belajar.”Pernah ada yang meledek Purgatory dengan pendekatan dakwahnya yang unik. ”Ngapain loh ngajak anak-anak yang sudah berantakan. Padahal untuk menolong orang yang tenggelam itu harus nyemplung. Apalagi pengetahuan agama mereka diakui sangat kurang,” kata Bonty berfalsafah.Pendekatan yang sama dilakukan Ahmad Zaki yang selama ini membina komunitas Punk Muslim. ”Ketika fase jemu, bingung itu menyatu, saya mencoba memberikan banyak alternatif dan energi positif.




Ternyata mereka welcome dan punya keinginan untuk bertobat dan merubah diri. Sebagian ada yang berubah drastis 80 derajat, ada juga yang baru 45-60 derajat.”Diakui Zaki, belakangan komunitas Punk Muslim banyak mengislamkan teman-teman punk di jalanan. ”Sejak menjadi Muslim, beberapa diantara mereka, ada yang meninggalkan kebiasaan Mohawk (gaya rambut berdiri) dan piercing (tindik di sejumlah anggota tubuh).




Bahkan, diantara mereka, ada yang nekad menghilangkan tato dengan menggunakan soda api atau PK, kendati resikonya bisa merusak kulit mereka,” ungkap Zaki.Metal pun BerdakwahIngin tahu, pendekatan dan model dakwah yang dilakukan komunitas metal yang satu ini? Hasil pengamatan Sabili di sarang underground, komunitas ini memang berbeda. Dalam hal performance, kaos-kaos distro yang mereka yang kenakan, terutama beberapa vokalis-nya, justru menunjukkan militansi dengan identitas keislamannya. Misalnya saja, kata Allahu Akbar (dalam bahasa Arab) pada kaos mereka. Pekikan Allahu Akbar mewarnai ”Urban Garage Festival” malam itu.Lirik-lirik yang mereka muntahkan lewat musik cadas ini sebagian besar mengecam sikap barbar Barat dan zionis Israel terhadap umat Islam di Palestina dan dunia Islam. Satu hal, mereka sangat membenci kemunafikan. Beberapa lirik mereka, ada yang terkesan ”utopia”, sebuah kerinduan tentang khilafah.Juga lihatlah teaterikal yang diperlihatkan personil Purgatory dengan topeng ”monsternya” di atas panggung. Band metal mana yang melafadzkan kalimah syahadat, selain yang satu ini. Asyhadualla, ilaaha illallah. Waasyhadu anna Muhammadarrasulullah. Nyeleneh? Tidak. Mereka tidak sedang melecehkan Islam. Inilah cara dakwah dan syiar Islam yang mereka pahami. Bukan hanya syahadat, mereka mengajak fans yang hadir untuk bersholawat.Yang menarik, Ombat, sang vokalis band Tengkorak, tak sungkan mengajak istrinya yang berjilbab bergabung di komunitas ini. Saat berinteraksi, Ombat, bukan sekadar growling (suara mengeram khas Metal), tapi layaknya dai yang berdakwah. Ia mengajak anak-anak muda untuk bangga sebagai muslim dan tidak meninggalkan shalat lima waktu. Bahkan ia mengajak komunitasnya untuk mengubah posisi tangan metal dengan telunjuk ke arah langit, sebagai simbol ketauhidan.Awalnya mungkin ikut-ikutan, tapi kelak kesadaran baru itu tumbuh. Ombat yakin, komunitas metal muslim ini akan menjadi sebuah jamaah yang besar. ”Ini semua karena hidayah dari Allah. Sesama Muslim, sejatinya saling menasehati. Tak soal, jika bermula dari skala kecil lebih dulu. Jika berangkat dari yang besar, biasanya cepat tenggelam. Tapi kalau dipupuk, dari kecil hingga besar susah punahnya. Inilah tonggak awal, sejarah baru dari sebuah komunitas yang menjadikan Islam sebagai ideologi. Harus diakui, dulu kita pernah jadi korbannya, maka hari ini kita tunjukkan, kita metal, tapi tetap punya otak, punya akidah,” ujar lelaki botak yang berprofesi sebagai pengacara dari LBH Muslim ini.Bagaimanapun, harokah Islam harus menghargai ”ijthad” anak-anak metal yang ingin menjadikan Islam sebagai pondasi mereka dalam bermusik. Apalagi, ketika sebagian uang dari setiap lembar tiket yang terjual dalam konser musik itu disumbangkan untuk perjuangan rakyat Palestina.




Subhanallah. Siapa nyana, dibalik ruang yang pengap, masih ada yang menyerukan kebajikan, kendati dengan cara mereka sendiri. Tak terbayangkan, di sebuah komunitas underground, ada pelita yang menerangi jiwa-jiwa yang gelap. Ketika Islam menjadi nafas hidupnya, militansi mereka tak kalah dahsyat dengan aktivis harokah yang ada. Insya Allah. (dipaok, dicolong dari tulisan Adhes Satria. Sabili)

INDONESIAN DEATH METAL


Dari sekian banyak musik pop melayu yang tengah mewabah pada saat ini, ternyata ada sebuah komunitas musik underground tanah air yang tetap eksis malang melintang di label minoritas. Komunitas ini dinamakan 'Indonesian Death Metal'. Komunitas ini merupakan perkumpulan dari band-band Death Metal di Indonesia.

Death metal sendiri adalah sebuah sub genre dari musik heavy-metal yang berkembang dari trash-metal pada awal 1980-an. Beberapa ciri khasnya adalah lirik lagu yang bertemakan kekerasan atau kematian, ritme gitar rendah (downtuned rhythm guitars), perkusi yang cepat, dan intensitas dinamis. Vokal biasanya dinyanyikan dengan gerutuan (death grunt) atau geraman maut (death growl). Teknik menyanyi seperti ini juga sering disebut "Cookie Monster vocals".

Beberapa pelopor genre ini adalah Venom dengan albumnya Welcome to Hell (1981) dan Death dengan albumnya Scream Bloody Gore (1987). Death metal kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh band-band seperti Cannibal Corpse, Morbid Angel, Entombed, God Macabre, Carnage, dan Grave.

Kemudian era 2000'an, Death Metal berkembang sangat pesat. Banyak band-band jebolan aliran death metal menjadi pembaharu dalam musik metal. Band-band tersebut antara lain Inhuman Dissiliency, , Disavowed, Viraemia, Hiroshima Will Burn, Amon Amarth, Inveracity, The Berzeker, Dying Fetus, Condemned, dan masih banyak lagi.

Di Indonesia, genre ini diawali pergerakan dan perkembangan-nya di tahun 1990-an dengan band thrash metal Rotor di Jakarta. Pergerakkan utama Death Metal Indonesia berasal dari munculnya inisiatif oleh band Grindcore asal Malang, Rotten Corpse, yang menggarap untuk pertama kalinya (yang diketahui) musik Death Metal. Kemunculan dan permainan Rotten Corpse akan Death Metal merupakan pertanda dari lahirnya sebuah individu musik baru, bernama Death Metal. Beberapa band pioneer Death Metal lainnya di daerah lain, seperti Trauma dari Jakarta , Insanity dan Hallucination dari Bandung, Death Vomit dari Jogjakarta , Slow Death dari Surabaya, kemudian berkembang dengan band-band yang dianggap sebagai senior karena pengalamannya masing-masing seperti: Disinfected, Ancur, Plasmoptysis, dan Jasad dari Bandung, Siksa Kubur , Funeral Inception dari Jakarta dan Cranial Incisored Yogjakarta dan Semarang Grind Buto. Abysal. R.O.H, Blast Torment dari Padang,Total Rusak dari Bukittinggi, dan Praying For Suicide Tragedy dari Bukittinggi.

Di komunitas IDDM(Indonesian Death Metal) ini sudah terdaftar 115 band, yaitu:
2nCuk ..
Ababil
Abhorred Despiser
Abolish Conception
Abrogate
Absolute Defiance
Anal Torture
Antraks
Aphroudist
Aphroxiated
Asphyxiate
Aaarghhh ..
Babi Liar
Barbarash ..
Blast Torment ..
Bleeding Corpse
Bloodgust
Bloodstain
Brain Ass
Brutallizer
Carnivored
Calamity ..
Castigation
Cemetery ..
Coprophilic Cryptic
Cranial
Cranium
Crudity
Cuntopsy
Damnation ..
Damage Project
DeadSquad
Death Couple
Death Harmonic
Death Vomit
Decomposed
Decrypted
Delirium Tremens
Desecration ..
Destroy
Detriment
Devour The Damned ..
Devoured
Digging Up
Disincarnation
Dirty Infamous ..
Disinfected
Distrust
Dispossed
Drop ..
Dysmorphicated
Epidemic Of Hate ..
Eruption ..
Eternal Madness
Faith Must Pain
Funeral Inception
Gelgamesh
Grind Buto
Golgotha
Godzilla
Goretus
Gore Flesh ..
Grausig
Hateful Disease
Impious ..
Imprecatory..
Impurity
Infamy ..
Infernal Desire ..
Infected Tendence ..
Injected Sufferage ..
Injury Deepen
Invader
Jasad
Jihad
Katarak ..
Killharmonic
Konfigurasi
Maia
Mobilizer
Mannequin
Misantrophic
Morbid Dust
Morbifik ..
Mortir
Motor Death
Musakat
Necrogrind
Naked Truth
Opium
Over Death
Panic Disorder
Perfect Maggots ..
Pleural Effusion ..
Prosatanica
Putrefaction
Qishash
Revenge
Rever
Rotten Death
Rotten Corpse ..
Rotten Gore ..
Sacred Flesh
Sadistis ..
Septicemia ..
Sickmath
Siksa Kubur
Torture ..
Total Anal Infection ..
Total Rusak ..
Trauma
Tripple Six ..
Venomed
Vomit Larynx
Zorboothus

Band-band ini aka terus bertambah seiring perkembangan musik ini di tanah air lumayan cepat.

Perkembangan metal

     Pada saat ini musik metal sedang disukai para remaja di Indonesia. Banyak band-band metal bertebaran di Indonesia. Di mulai pada awal tahun 90an dengan munculnya band Death Vomit(jogjakarta),  Jasad(bandung), Naked Truth(bandung), dll yang menjadi pedoman bagi band-band muda lainnya.
    Dengan adanya komunitas Indonesia Death Metal(IDDM) maka para pecinta musik metal dapat berekspresi dengan bebasnya. Namun permasalahan utama pada saat ini yaitu cap negatif dari masyarakat bagi para underground masih saja terjadi. Saya berharap kedepannya musik metal di Indonesia dapat terus berkembang lebih baik dan cap negatif masyarakat dapat hilang dengan berjalannya waktu.

 aminnnnn.....